AKU DAN DAKWAH
Pagi itu aku mulai terbangun membuka
cakrawala dunia, embun yang menghiasi rumput dan dedaunan, menambah kesejukan
dipagi hari. Menjadikan hidup ini lebih bermakna, sehingga tak terasa menambah
semangat hidup menjadi lebih segar dan bersemangat. Cahaya matahari yang mulai
naik disepenggalan mengingatkanku untuk mempercepat langkah menuju kampus. Hari
itu adalah hari PMB fakultas. Sebagai mahasiswa baru aku tidak boleh terlambat.
Di pintu gerbang aku telah di sambut oleh kakak yang bercelana tergantung
(cingkran). Dia memberiku sebuah kertas yang penuh dengan tulisan dilengkapi
gambar phinisi. Kertas itu di bungkus dengan plastik mirip plastik undangan
pernikahan. Aku kemudian masuk menuju kepelataran SS tempat dimana para
mahasiswa baru di kumpulkan untuk mengikuti rangkaian pembukaan PMB. Pada
rangkain acara tersebut kami diperkenalkan jenis organisasi yang ada di kampus.
Salah satuya adalah organisasi lembaga dakwah kampus yang di kenal dengan SCMM.
Sambil mendengarkan perkenalan dari semua unit organisasi, aku kemudian membuka
plastik yang isinya buku kecil dan buletin. Ternyata buku tersebut adalah milik
dari lembaga dakwah SCMM yang baru saja di perkenalkan. Namun, aku yang masih
tetap dengan sifat agak apatis tidak tertarik untuk ikut organisasi.
Hari kedua, telah masuk kuliah perdana.
Aku belum bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Aku adalah orang yang
tidak gampang akrab dengan orang baru, apalagi mau percaya. Aku termasuk jenis
orang yang introfer dan cuek. Di kelas aku benar-benar bosan, tak ada
seorangpun mendekatiku untuk ngobrol, dosen juga belum hadir di kelas sampai
jam kuliah selesai. Aku masih sibuk membandingkan antara kehidupan di kampus
dengan kehidupan di sekolah. Aku masih merindukan sahabatku sewaktu SMA. Tiba-tiba
ada seorang jilbab besar bediri di depan pintu, dia kemudia memanggilku, “ dek…
dek… “ iye kak, jawabku sambil mendekat.
“Dek belajar apa sekarang? Tanyanya.
Kimia dasar kak, jawabku dengan muka datar. Bolehkah saya minta nomornya dek?
Tanyanya lagi. Boleh kak, tapi mau kita apa nomorku?. Dia hanya tersenyum. Aku
dengan ekspresi dalam kebingungan langsung memberikan nomorku ke padanya”. Ihh
ini kakak nggak jelasnya, langsung-langsung saja minta nomor. Sok kenalnya
lagi, gumamku dalam hati. Aku kemudian langsung pamit pulang ke kotsan karena
jam kuliah sudah berakhir. Tidak ada kegiatan yang bisa kulakukan selain pulang
kost dan ngampus.
Malam itu sms masuk di HPku, ku buka
ternyata nomor baru. SMS itu kemudian aku baca di awali dengan sapaan salam,
Tanya kabar, kemudian memperkenalkan namanya. Aku nggak membalas smsnya. Tidak
lama kemudian masuk lagi SMS di HPku dengan
nomor yang sama. Dia memberitahu bahwa dia adalah kakak yang aku temui di depan
pintu. Dia mengajakku datang di sebuah acaranya yang di kenal dengan Wichat.
Aku masih nggak membalas smsnya. Aku agak takut dan risih karena dia sering
menghubungiku. Sejujurnya aku nggak suka di hubungi terus. Aku sedikit kesal
dengan ajakannya yang menurutku sedikit memaksa. Tapi kakak ini tidak pernah
berhenti menghubungiku sampai aku mengiyakan untuk datang di acaranya.
Aku kemudian mengajak teman satu kelasku
ikut wichat. Di sana kami menerima materi tentang keutamaan ilmu, selain itu
kami juga bermain games. Saat itu adalah pertama kalinya aku di perkenalkan
dalam bingkai ukhuwah, di tempat itu juga aku sudah bisa akrab dengan beberapa
teman kelasku. Acaranya cuma sampai Dzuhur, disinilah awal kami dibentukkan
kelompok Tarbiyah. Kata tarbiyah tidaklah asing bagiku karena aku adalah orang
yang tertarbiyah di sekolah. Aku memang sudah berencana mencari kelompok
tarbiyah di Makassar untuk melanjutkan tarbiyahku sebelumnya. Tapi, aku memilih
mengulang materi tarbiyah karena buku tarbiyahku tertinggal di kampung.
Dua bulan
telah berlalu, aku sudah bisa beradaptasi dengan dunia kampus, tarbiyahku sudah
aktif kembali, aku juga telah di pahamkan tentang dakwah oleh murobbiyah.
Murobbiyahku saat itu adalah kak Nahda, aku cukup akrab dengannya. Aku sering
bertanya apa pun yang aku tidak mengerti. Di sinilah aku mulai sedikit sadar
tapi belum sadar sepenuhnya. Ada banyak hal baru tentang dakwah yang tidak
pernah aku dapati sebelumnya. Mungkin karena kompleksitas komponen dari kampus
itu sendiri yang membuat dakwah di kampus terasa berkali kali lipat menjadi
lebih kompleks pula. Keheterogenan karakter setiap mahasiswanya, asal yang
berbeda-beda, yang juga diiringi puncak perkembangan kognitif seorang manusia.
Maka seseorang yang menisbatkan dirinya sebagai aktivis dakwah kampus haruslah
mampu berpikir kritis, juga lebih kreatif dalam berdakwah.
“dan
hendaklah ada diantara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyeruh berbuat ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang yang beruntung” (TQS. Ali Imran 104)
Aku mulai tertarik bergabung di lembaga
dakwah kampus. Aku bersyukur mendapat lingkungan yang baik. Hal itu adalah
kenikmatan yang luar biasa yang telah mejadi titik tolak perubahan hidayah-Nya
kepadaku. Apa yang bisa kulakukan untuk agamaku? Apakah aku akan menjadi
penolong agamanya Allah? Bagaimana aku bisa melakukannya?. Untuk mewujudkannya
butuh pengorbanan yang luar biasa. Sebuah elektron tidak akan berguna ketika ia
tidak bergerak keluar dari orbitalnya. Aku menginginkan perubahan yang lebih
baik dari diriku. Menjawab kebingungan itu, aku harus memulai dari diriku
sendiri, kemudian amalkan dan tularkan kepada orang lain. Dengan mengubah pola
pikir yang sebelumnya sempat dangkal kini mulai berfikir dewasa, yang dulunya
apatis kini mulai peduli dengan keadaan yang ada sekarang. Aku mengatakan
kepada kak Nahdah bahwa aku ingin masuk menjadi pengurusnya SCMM. Tentunya tidak
semuda itu bergabung dengan SCMM, harus melalui beberapa pengolahan dengan mengikuti
sebuah training yang di kenal dengan BLT 1, 2 dan seterusnya.
Aku benar-benar mantap untuk bergabung
menjandi anggota SCMM. “Jika kamu tidak menyibukkan dirimu dengan kebaikan
maka, kamu akan disibukkan dengan kelalaian”. Aku kemudian mengisi formulir pendaftaran
untuk bergabung di lembaga dakwah SCMM. Aku berharap bisa berada di bidang yang
sesuai dengan bakat yang aku punya.
BLT kedua aku benar-benar merasakan yang
namanya ukhuwah, aku tersentuh dengan puisi berantai yang di bawakan oleh kakak
panitia. Lantunan Al Qur’an terdengar sayup-sayup merdu memenuhi Aula tersebut.
Aku semakin kagum ternyata yang mengaji adalah pengurus SCMM yaitu Nurul
Muthmainna Ilham. Aku meneteskan air mata, terharuh karena aku tidak berada di
tempat yang salah. Masya Allah ini adalah bentuk kasih sayangnya Allah
kepadaku.
Awal tahun 2017 aku telah resmi menjadi
pengurus SCMM. Aku menjadi anggota dibidang kaderisasi. Aku sedikit kecewa
karena tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Tapi, kekecewaan itu tidak
membuat aku mundur dalam kepengurusan. Aku mencoba menekuni apa yang sudah di
gariskan kepadaku. Namun, aku sering mengalami kesulitan dalam mengajak orang
apalagi aku yang mau memulai untuk berbicara sama orang. Ini mugkin tantangan
besarku karena aku tidak pintar sama sekali dalam berdakwah Fardiyah. Aku tertekan
dengan amanahku yang sedang ku emban. Mungkin karena aku belum menyukai dan
mengerti apa kerjanya anak kadersasi. Sampai tiba akhir periode dalam
kepengurusan aku masih kurang paham. Sampai LPJ itu tiba aku mengerti tidak
mengerti.
Awal tahun 2018 aku bukan lagi anggota
kaderisasi, tapi dimomen LPJ aku terpilih menjadi Kabid kaderisasi “Inna
lillahi wainna iilaihi raji’un”. Tangisanku pecah memenuhi tiap sudut ruangan.
Entahlah aku menagis karena menolak atau terharuh karena diberikan kepercayaan
kepadaku sebagai kabid kaderisasi. Jujur dalam hati aku menolak, merasa tidak
pantas diposisi itu. Namun, kembali lagi aku di pahamkan bahwa Allah yang telah
memilihmu melalui tangan-tangan kami.
Aku memulai episode hidupku, labirin
kehidupan tak ubahnya berjalan seiring dengan perubahan waktu. Aku menyadari
bahwa berada di lingkar dakwah bukalah perkarah yang biasa, dalam otakku pun
tak pernah terbesit jika aku bisa bertahan di dalam jamaah ini. Namun, sang
Sutradara kehidupan telah menggoreskan tinta-Nya bahwa aku harus berada di
sini, di jalan ini, karena pada hakikatnya bukanlah kita yang memilih takdir,
tapi takdir yang telah memilih kita. Awal kepengurusan yang baru, ghirahku
tengah membara, bak api yag baru saja disiram oleh bensin, membludak tanpa
kenal lelah. Semenjak itulah, aku sedikit berkontribusi di lingkar dakwah
khusunya di bidang kaderisasi, dari mulai perekrutan hingga penjagaan.
Memasuki semester lima, aku mulai disibukkan dengan praktikum
ditambah dengan masalah dengan keluargaku yang sedikit kacau, membuat merasa
muak dengan semuanya. disinilah aku mulai merasakan kecapean, kelelahan,
kejenuhan hingga berdampak pada amanahku. Aku mulai tidak peduli dengan
amanahku, seakan-akan tidak ada lagi keikhlasan dalam hati untuk berdakwah.
Disinilah aku pernah terjatuh bahkan sempat mau mundur dari kepengurusan.
Sekali aku pernah meminta kepada ketua SCMM supaya aku diganti saja menjadi
kabid kaderisasi. Kerena amanah di kaderisasi begitu berat, tiap bulan harus
update data, musyawarah tiap bulan. Namun, beliau tidak memenuhi keinginanku.
Aku menjadi seperti bukan diriku lagi, tiap kali aku di mintai data moodku
nggak pernah bagus, dimomen musyawarah aku tidak proaktif, mukaku tegang dengan
pandangan yang tajam, cuek, jutek dan sedikit bicara. Inilah mukaku mencapai
puncak terjelek selama aku di kepengurusan. Aku menciptakan sebuah intuisi yang
sulit di pahami oleh teman-teman dikaderisasi yang lain, mereka pun heran dan
jengkel dengan sikapku. Mereka berusaha akrab denganku tapi aku yang tidak
merespon. Aku sebenarnya juga jengkel dengan diriku sendiri, mencoba untuk
mengembalikan seperti diawal kepengurusan di mana semangatku meningkat.
Aku telah kehilangan banyak moment,
sampai diakhir periode, aku baru kembali stabil. Tidak banyak yang bisa aku
lakukan sampai kepengurusanku berakhir. Aku menjadi orang yang paling menyesal
dimomen LPJ, dengan melihat data kader yang begitu banyak membuat aku takut.
Takut mereka akan datang menuntutku di yaumil akhir. Angka-angka itu terngiang-ngiang
dikepalaku, sekakan-akan menghantuiku hingga aku seperti orang yang sangat
ketakutan. Pernah aku pinsan saat sementara bermajelis bersama dengan kabid
kaderisasi yang baru. Nafasku tidak teratur, dadaku sesak, larut dalam
penyesalan yang begitu dalam.
Tahun 2019 aku sudah tidak berada di SCMM
lagi tapi aku sudah menjadi anggota departemen kaderisasi forum ulul ilmi. Disinilah
yang ditakdirkan Allah untukku. Jika Allah percaya bahwa aku bisa di kaderisasi
lantas apa yang membuatku enggan percaya dengan diriku sendiri. Terkadang apa
yang kita suka tidak baik untuk kita, sebaliknya terkadang apa yang kita benci
ternyata itulah yang terbaik untuk kita.
“jalan dakwah ini
tidaklah ditaburi dengan bunga-bunga yang harum baunya, tetapi jalan yang sukar
dan panjang. Sebab antara yang haq dan bathil ada pertentangan yang nyata.
Dakwah memerlukan ketekunan dan kesabaran memikul beban berat. Dakwah
memerlukan kemurahan hati, pembenaran dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil
yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Yang diperlukan adalah usaha
dan kerja keras terus menerus dan hasilnya diserahkan kepada Allah” (Mustafa
Masyhur)
Seseorang bertanya,
“mengapa perjuangan dakwah itu pahit?”
“Karena surga itu
manis”
“Jika dakwah adalah
cinta maka, ia akan meminta segalanya”
Aku dan Dakwah
Ramlah, Anggota
Kaderisasi I
Komentar
Posting Komentar