-RAMLAH-CAKRAWALA CINTA

-RAMLAH-CAKRAWALA CINTA
 
Pagi itu aku mulai terbangun membuka cakrawala dunia, embun yang
menghiasi rumput dan dedaunan, menambah kesejukan di pagi hari. Cahaya matahari
yang mulai naik disepenggalan menyambut pagi yang cerah. Kicauan burung yang
mulai bernyanyi terdengar nyaring ditelinga mungil ini. Aku menikmati angin sepoi-
sepoi dibalik jendela berwana putih. Tiba-tiba terdengar suara Handpone berdering
yang sempat membuatku kaget. Kuliat, ternyata Ale yang menelpon. Dia adalah salah
satu teman sekolahku.
“Hallo, assalamu’alaikum” kataku dalam telfon.
“Wa’alaikumussalam, Yuna pulang sekolah kamu sibuk nggak?” tanyanya.
“Hmmm...nggak, emannya kenapa??”
“Sebentar sore aku ingin mengajakmu keluar jalan-jalan dengan naik sepeda.”
Ok. Bicaranya kita lanjut di Sekolah ya” Kataku dengan penuh semangat.
Tuuuut...telfonnya terputus.
Tersadar, aku melihat jam weker di atas meja dekat tempat tidurku.
“Waduhh...sudah jam setengah 7” kataku sambil mataku melotot kearah jam. Tanpa
berpikir panjang aku segera mandi dan bergegas ke sekolah. Aku berlari menuju ruang
makan, segelas susu di atas meja langsung aku minum serta sepotong roti aku makan
lalu menelannya segera. “Mama..bapak...aku berangkat ke Sekolah
yaa...assalamu’alaikum...” sambil mencium tangan mereka. “Wa’alaikumussalam..”
jawabnya serentak. Aku menuruni tangga satu persatu lalu pergi bersama dengan
sepedaku. Di sepanjang jalan aku mengayun sepedaku dengan penuh semangat sambil
melihat alam di sekitarku. Sawah yang terbentang luas di bawah langit yang biru
menambah keindahan desaku. Seindah suasana hatiku pagi ini. Meskipun aku sedikit
terlambat namun aku tidak pernah melewatkan pemandangan di sepanjang jalan. Aku
mulai tertarik padanya saat aku mulai merasakan keindahan cinta. Aku tidak sabar
ingin cepat sampai di sekolah dan bertemu dengan Ale. Ketertarikanku akan
keindahannya membuatku tambah semangat mengayunkan sepedaku bahkan rasa
lelahku pun hilang.
 
Tepat pada jam 7.20 aku parkir sepedaku di bawah pohon mangga.
“Alhamdulillah akhirnya sampai juga, yes” penuh semangat. Aku berjalan menuju
kelas sambil tersenyum lebar. Senyum ini mengisyaratkan kebahagiaan yang
kurasakan layaknya seorang remaja pada umumnya yang sedang jatuh cinta. Aku
kemudian masuk dan duduk di kursi bagian depan bersebelahan dengan kursinya Ale.
Sambil menunggu guru, aku dan Ale melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda
di telfon tadi. “ale kira-kira sebentar mau jalan-jalan kemana...?” tanyaku. “Sebentar
kita akan pergi ke pantai Seruni” jawabnya. Tiba-tiba ibu guru datang dan pelajaran
pertama pun segera dimulai. Kami belajar tentang struktur senyawa pada air karena
kebetulan pelajaran pertama kami adalah kimia.
Beberapa jam telah berlalu, kini memasuki pelajaran kedua yaitu Geografi.
Suasana kelas tampak ribut dari sebelumnya karena dimulai dengan materi diskusi
yaitu jagat raya dan tata surya. Materi ini membuat peserta diskusi semakin penasaran
sehingga menimbulkan banyak pertanyaan pada masing-masing peserta. Rasa
penasaran yang dimiliki oleh setiap peserta semakin menambah keributan di dalam
kelas. Pak bagaimana asal mula jagat raya ini dimulai? Tanya salah satu teman di kelas.
Belum selesai pertanyaan yang satu di jawab oleh pak guru, muncul lagi pertanyaan
yang baru dari siswa yang berbeda. Begitulah seterusnya sampai akhirnya pelajaran
selesai. Waktu begitu cepat berlalu sampai nggak terasa jam sudah menunjukkan
waktunya pulang.
Matahari bersinar terik menyinari bumi membuat suasana hati semakin terang.
Siang itu, aku dan Ale pulang sekolah sama-sama. Setiap hari kami selalu pulang sama-
sama karena kebetulan rumah kami itu dekatan hanya berjarak sekitar 20 meter. Aku
dan Ale mempunyai hoby yang sama yaitu mengamati alam sekitar dan berdiskusi
tentang alam. Aku senang bicara sama Ale karena dia orangnya cepat tanggap apa yang
aku bicarakan. Yaa... lumayan dia adalah pendengar yang cukup baik. Awalnya, Ale
nggak begitu tertarik berdiskusi mengenai alam sekitar tapi karena aku bawaannya
selalu pengen berceloteh akhirnya dia luluh. Aku akui dia orangnya pendiam dan
penyabar tidak pernah mengeluh dengan aku yang cerewetnya minta ampun. Itulah
yang aku suka darinya karena aku sendiri orangnya tempramen. Pasti sulit
mendapatkan seseorang seperti dia. Sudah cukup aku mendeskripsikan tentang dirinya
nanti dia besar kepala lagi. Kataku sambil tersenyum. Sebenarnya Ale adalah
kepanjangan dari “Adik lelakiku” nama aslinya adalah Ilham. Ale hanya panggilan
akrapku ke dia. Meskipun aku dan ale bukan saudara, tapi aku tetap memanggilnya Ale
“Adek lelakiku” karena dia umurnya sedikit lebih muda dari umurku.
Tepatnya setelah solat asar, aku dan Ale pergi ke pantai. Kami pergi dengan
naik sepeda karena itu lebih menyenangkan ketimbang naik motor ataupun naik mobil.
Dalam perjalanan, lagi-lagi aku dibuat takjup akan pesonanya. Apalagi ketika kami
sudah sampai di pantai tersebut. Aku tidak pernah berhenti mengagumi pesonanya.
Sampai pada akhirnya Ale mengajakku duduk di sebuah kursih dekat pohon. Sambil
makan aku terus menatap jauh kesana entah apa yang aku tatap. Yang jelas aku seperti
menceburkan diri dalam keindahannya. Sehingga membuat Ale heran akan tingkahku.
Kamu kenapa sih dari tadi aku perhatiin kamu senyum-senyum seperti orang yang
nggak jelas? Tanyanya sambil mengerutkan jidatnya. Tidak apa-apa aku hanya senang
saja. Jawabku sambil tersenyum lebar. Kebahagian yang sedang aku rasakan terpancar
jelas dari raut wajahku yang bulat. Lalu aku mulai topik pembicaraan dengan
melontarkan pertanyaan kepada Ale. Kamu tahu nggak kenapa udara yang kita nikmati
sekarang ini tidak bisa kita liat...?. Pertanyaanku sempat membuat Ale terdiam dan
berpikir sejenak. Hmm...apa yaa.. mungkin karena udara tidak punya kemampuan
memantulkan cahaya tampak kali yaa...itu sih kalau menurut aku. Kalau menurut kamu
bagaimana...? Tanyanya balik. That’s right, I agree with you because semua benda
pada umumnya tidak bisa kita lihat jika dalam keadaan gelap. Benda itu bisa terlihat
oleh mata manusia jika bisa memantulkan cahaya tampak. Seperti halnya yang kita
lihat sekarang pasir, pohon, laut yang biru dan sebagainya dapat kita lihat karena
mereka bisa memantulkan cahaya tampak sehingga kita bisa mendeskripsikan
keindahannya. Ok, balik lagi ke udara kenapa udara tidak bisa memantulkan cahaya
tampak karena udara berwujud gas. Gas mempunyai sedikit partikel dengan jarak yang
berjauhan. Cahaya tampak yang memantul dari udara pun hanya sedikit. Oleh sebab
itu, mata kita tidak bisa melihat udara. Itu sih yang aku tahu dan yang pernah aku baca.
Penjelasanku yang agak kepanjangan membuat Ale mengangguk-ngangguk kepalanya.
Aku tidak tahu apakah dia mengerti dengan penjelasanku atau anggak yang jelas dia
menjadi pendengar yang baik.
Tak terasa, matahari sudah mulai tenggelam dengan kilauan cahaya emasnya
yang menambah keelokan setiap kali memandangnya, menjemput malam yang ditutupi
oleh kegelapan namun kegelapan bukanlah penghalang baginya untuk tetap membuat
bumi indonesiaku mempesona. Akhirnya aku dan Ale pulang ke rumah masing-
masing. Sesekali aku berfikir bahwa ternyata Indonesia punya cara sendiri untuk
membuat orang jatuh cinta akan pesonanya, membuat orang jatuh cinta karena
keindahannya. Seperti halnya yang aku alami sekarang, aku sedang jatuh cinta, ya jatuh
cinta pada keindahan bumi Indonesiaku. Lahir di tanah Indonesia merupakan
kebanggaan tersendiri bagiku. Meskipun udara yang dimiliki Indonesia tidak bisa aku
liat, tapi aku tetap jatuh cinta padanya walaupun aku tidak mampu mendeskripsikan
keindahan yang dimiliki oleh udara. Namanya juga sudah terlanjur cinta. I praise to
Allah SWT yang telah menciptakan karya yang begitu luar biasa indahnya. Dan yang
membuat aku lebih bersyukur karena Allah memberiku kesempatan menikmati
keindahan ciptaan-Nya.
“ Maka nikmat tuhan yang mana lagi yang ingin kamu dustakan...??”. Aku
yakin semua orang muslim pasti pada tahu terjemahan surah ar-rahman di atas. Tapi
terkadang kita kurang bersyukur atas nikmat Allah yang telah dia berikan kepada kita
sebagai hamba-Nya. Itulah manusia sering mengakrapkan diri dengan kata lupa.

Komentar

Postingan Populer