KD 3.4 SIFAT PERIODIK UNSUR
SIFAT
PERIODIK UNSUR
Sifat
periodik adalah sifat yang berubah secara beraturan sesuai dengan kenaikan
nomor atom, yaitu dari kiri kekanan dalam satu periode, atau dari atas ke bawah
dalam satu golongan. Sifat-sifat periodic yang akan dibahas, meliputi jari-jari
atom, energy ionisasi, afinitas electron, keelektronegatifan, serta titik didih.
1. JARI
- JARI ATOM
Jari-jari
atom adalah jarak elektron terluar ke inti atom dan
menunjukan ukuran suatu atom. Jari-jari atom sukar diukur sehingga pengukuran
jari-jari atom dilakukan dengan cara mengukur jarak inti antar dua atom yang
berikatan sesamanya (Unggul Sudarmo, 2013:111).
Dalam
table periodik bentuk panjang, unsure-unsur dikelompokkan berdasarkan kemiripan
konfigurasi electron, unsure-unsur yang konfigurasi elektronnya mirip (electron valensi sama) dikelompokkan
dalm suatu golongan. Kemiripan konfigurasi electron berakibat pada kemiripan
sifat-sifat unsure dalam masing-masing golongan tersebut, karena sifat-sifat
kimia unsure sangat dipengaruhi oleh electron valensinya. Oleh karena electron
valensi bertambah secara berurutan dari kiri kekanan, maka sifat-sifat unsure
berubah secara berangsur dari kiri ke kanan dalam satu periode dan berulang
secara periodic dari periode ke periode berikutnya (Chang, 2004: 37).
Sejumlah sifat fisik dan
kimiawi berkaitan dengan ukuran atom, tetapi ukuran atom agak sulit
didefinisikan. Telah kita ketahui bahwa peluang untuk mendapatkan electron
menurun dengan bertambahnya jarak antar inti atom, tetapi taka da jarak yang
memiliki peluang nol. Tak ada batas yang jelas untuk suatu atom. Apalagi,
biasanya atom tidak diamati secara terpisah tetapi berhubungan dengan atom
lain, baik yang sejenis atau tidak sejenis; dan ukuran atom boleh jadi
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Berdasarkan kenyataan ini, mudah
dipahami bahwa data yang tepat (“reproducible”) hanya diperoleh melalui
penelitian yang seksama. Sekalipun demikian, kita masih dapat memperoleh
manfaat dengan perkiraan kasarbahwa ukuran atom adalah jarak dari inti ke suatu
tempat yang memiliki peluang terbesar untuk menemukan electron di kulit
terluarnya. Jarak ini kita namakan jari-jari atom (Petrucci, 1987: 251).
Menurut
(Suyanta, 19: 2019) Jari-jari atom suatu unsure
dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga
dikenal beberapa istilah untuk jari-jari atom yaitu:
a)
Jari-jari kovalen: yaitu setengah jarak antara
atara pusat dua atom identik yang
terikat secara kovalen. Hamper semua unsure (termasuk unsure logam) memiliki
jari-jari kovalen, oleh karena itu jari-jari kovalen inilah yang biasanya
dibandingkan. Jari-jari kovalen logam ditentukan dalam keadaan gas, dimana lgam
berada diantara kesetimbangan antara diatomic dan monoatomik.
b)
Jari-jari Van der Waals: yaitu setengah jarak
antara pusat dua atom bertetangga yang berada pada jarak terdekat namun tidak
berkatan.
c)
Jari-jari ion: yaitu jarak antara inti atom
dengan electron terluar dalam suatu atom atau gugus yang berikatan ionic. Jari-jari
ion ini dipengaruhi oleh jenis kation dan anion pasangannya.
d)
Jari-jari lgam adalah setengah jarak antara
pusat atom dalam padatan suatu logam.
Menurut
Das Salirawati, (2007) Panjang pendeknya jari-jari atom ditentukan oleh dua
faktor, yaitu:
a.
Jumlah kulit elektron
Makin
banyak jumlah kulit yang dimiliki oleh suatu atom, maka jari-jari atomnya
semakin panjang.
Contoh:
jari-jari atom natrium lebih panjang dari jari-jari atom litium sebab jumlah
kulit yang dimiliki atom natrium lebih banyak dari atom litium.
b.
Muatan inti atom
Bila
jumlah kulit dari dua atom sama banyak, maka yang berpengaruh terhadap
panjangnya jari-jari atom adalah muatan inti atom. Semakin besar muatan
intinya, gaya tarik inti atom terhadap elektron lebih kuat sehingga elektron
lebih mendekat ke inti atom.
Pada gambar di
atas terlihat bahwa:
a. Dalam
satu golongan, makin kebawah jumlah kulitnya makin banyak. Meskipun dalam hal
ini jumlah muatan inti makin banyak, tetapi pengaruh bertambahnya jumlah kulit
lebih besar daripada pengaruh muatan inti. Akibatnya jarak elektron kulit
terluar terhadap inti makin jauh.
b. Dalam
satu periode dari kiri ke kanan muatan inti makin bertambah sedangkan jumlah
kulit elektronnya tetap. Akibatnya, gaya tarik inti terhadap elektron terluar
makin kuat sehingga menyebabkan jarak elektron kulit terluar dengan inti makin dekat.
Berdasarkan penjelasan di atas, kecenderungan
umum yang terjadi pada tabael periodik untuk jari-jari adalah dalam satu
periode dari kiri ke kanan, jari-jari atom semakin kecil yang disebabkan oleh
bertambahnya muatan inti unsur, sehigga tarikan elektrostatis electron
meningkat. Sedangkan dari atas ke bawah dalam satu golongan jari-jari atom
bertambah yand disebabkan karena bertambahnya jumlah kulit atom yang lebih
dominan di banding bertambahnya muatan inti.
2. jari-jari
ion
Untuk
ion-ion positif dan negative secara umum dapat diyatakan bahwa jari-jari ion
positif lebih kecil dibanding jari-jari atom netralnya, sebaliknya jari-jari
ion negative lebih besar dibanding jari-jari atom netralnya. Jari-jari ion
positif lebih kecil disbanding jari-jari atom netralnya karena jumlah lintasan
elektronnya berkurang, sedangkan jari-jari ion negative lebih besar disbanding
jari-jari atom netralnya karena penambahan elektron menyebabkan semakin
besarnya tolakan antara sesama electron, sehigga awan electron menggelembung.
Untuk spesies-spesies isoelektronik (jumlah electron sama), jari-jari atom
berkurag dengan bertambahnya muatan inti (Suyanta, 2019:24)
Ion (tunggal) dapat terbentuk dari atom
netralnya karena pelepasan atau pelepasan electron. Ion positif (kation)
terbentuk karena pelepasan electron, sedangkan ion negatif (anion) terbentuk
karena penyerapan electron. Ion positif mempunyai jari-jari yang berbeda secara
nyata (signifikan) jika dibandingkan dengan jari-jari atom netralnya. Ion
positif mempunyai jari-jari yang lebih kecil, sedangkan ion negative mempunyai
jari-jari yang lebih besar (Purba, 2016: 111).
.
3. ENERGI
IONISASI (EI)
Potensi
ionisaai adalah energy yang diperlukan untuk melepaskan electron yang
terikat paling lemah dalam suatu atom dalam keadaan gas. Besarnya potensi
ioninasi suatu unsure biasanya dinyatakan dalam electron volt (1 eV = 23,06
kkal/mol). Satu eV adalah energy yang diperlukan oleh sebuah electron apabila
electron tersebut berada dalam medan listrik dengan perbedaan potensial 1 volt
(Suyanta, 2019: 25).
Energi
ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan atom netral dalam wujud
gas untuk melepas suatu elektron paling luar (yang terikat paling lemah)
membentuk ion positif. Pelepasan elektron kedua (dari ion positif satu) disebut
energi ionisasi kedua, pelepasan elektron ketiga disebut energi ionisasi
ketiga, dan seterusnya. Tahapan pelepasan elektron tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
M(g) → M+(g) + e– Ei-1
M+(g) → M2+(g) + e– Ei-2
Energy ionisasi (I) dari
suatu atom adalah energy yang harus diserap suatu atom gas agar electron yang
tarikannya paling kecil dapat dipisahkan secara sempurna. Energy ionisasi dapat
diukur dalam tabung sinar katoda dimana atom-atom yang diteliti berada sebagai
gas dalam tekanan rendah. Beberapa contoh adalah
Mg -----à Mg+(g) + e- I1 = 7,65 eV/atom (738
kJ/mol)
Mg+(g)
---à Mg2+(g) + e- I2 = 15,04 eV/atom (1451
kJ/mol)
Lambing I1, berarti energy ionisasi pertama, I2 adalah energy ionisasi
kedua, dan seterusnya. Lepasnya electron kedua ( dinyatakan dengan I2 ) lebih sulit terjadi
dibandingkan dengan yang pertama (dinyatakan dengan I1). Karena setelah ionisasi, lebih sulit bagi electron
yang terionisasi menjauhi ion yang bermuatan +2 (Mg2+) dibandingkan
dengan dari ion dengan muatan +1 (Mg+) (Petrucci, 1987: 255).
Harga energi ionisasi dipengaruhi oleh jari-jari atom dan jumlah
elektron valensi atau muatan inti dan macam orbital yang diduduki oleh elktron
yang dapat dilepaskan. Dalam atom yang kecil, electron akan terikat relative
kuat oleh inti atom, sedangkan untuk atom-atom yang lebih besar ikatan itu
relative lebih lemah, sehingga potensial ionisasi suatu unsure akan berkurang
dengan bertambahnya jari-jari atom. Factor jari-jari atom ini diperkuat oleh
bertambahnya jumlah lintasan, karea adanya electron dalam lintasan-lintasan
tambahan akan melindiungi electron terluar terhadap tarikan inti
(Suyanta,2019).
Jadi dapat di simpulkan bahwa semakin kecil jari-jari atom, harga
energi ionisasi akan semakin besar. Semakin besar muatan inti, energi ionsasi
cenderung akan semakin besar. Perhatikan data energi ionisasi pertama beberapa
unsur pada gambar di bawah ini.
Gambar. Hubungan Nomor Atom
dengan Energi Ionisasi Pertama
(Sukarmin, 2004: 35-36).
Beberapa hal yang
dapat dicermati dari gambar potensial ionisasi di atas yaitu:
·
Gas-gas
mulia menempati puncak-puncak ata, sebaliknya logam-logam alkali menepati
puncak-puncak bawa. Hal ini disebabkan oleh karena gas mulia memiliki
konfigurasi electron penuh pada semua kulit atomnya, sehingga bersifat sangat
stabil dan sulit utuk terjadi pelepasan electron.
·
Dari
setiap logam alkali ke gas mulia berikutnya secara umum potensial ionisasinya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena karena jari-jarinya mengecil sedang
muatan efektifnya bertambah.
·
Sebaliknya
peningkatan energy ionisasi diatas tidak mulus, melainka terdapat dua lonjakan yang
terjadi pada posisi yang sesuai pada setiap deret.
Hubungan energi ionisasi dengan nomor atom
a.
Dalam
satu golongan dari atas ke bawah, jari-jari atom bertambah besar sehingga gaya
tarik inti teradap electron terluar semakin lemah. Oleh karena energy ionisasi
berkurang.
b.
Dalam
satu periode, sebagaimana tela jileskan ketika membahas jari-jari atom,gaya tarik
inti bertambah. Oleh karena itu energy ionisasi juga bertambah.
Pada gambar di atas juga terlihat pula bahwa unsure-unsur golongan
IIA, VA, dan VIIIA mempunya energy ionisasi yang besar, bahkan lebih besar dari
energy ionisasi unsure di sebelah kanannya. Fakta ini menunjukkan adanya factor
lain yang memengaruhi nilai energi ionisasi selain muatan inti dan jari-jari
atom. Penyimpangan tersebut berkaitan dengan kestabilan dengan konfigurasi
electron . unsure-unsur golongan IIA, VA, VIIIA mempunyai konfigurasi elektrom
yang relative stabil sehigga electron sukar dilepaskan.
Dari
data tersebut terlihat bahwa:
a. Dalam
satu golongan dari atas ke bawah energi ionisasi semakin kecil. Karena dalam
satu golongan dari atas ke bawah nomor atom bertambah, jari-jari atom bertambah
karena jumlah kulit bertambah. Akibatnya makin kecil daya tarik inti terhadap
elektron terluar, sehingga makin mudah atom unsur itu melepaskan elektron dan
makin kecil energi ionisasinya.
b. Dalam
satu periode dari kiri ke kanan energi ionisasi semakin besar.karea dalam satu
periode dari kiri ke kanan jari-jari atom makin kecil. Dengan demikian, semakin
muat daya tarik inti terhadap elektron terluar dan makin sukar elektron
tersebut dilepas, sehingga energi ionisasinya bertambah.
4. AFINITAS
ELEKTRON
Sifat lain yang sangat
mempengaruhi perilaku kimia atom-atom adalah kemampuannya untuk menerima satu
atau lebih electron. Kemampuan ini disebut afinitas electron, yaitu negative
dari perubahan energy yang terjadi ketika satu electron diterima oleh atom suatu
unsur dalam keadaan gas.
X(g)
+ e- ---à X-(g)
Secara percobaan, afinitas electron ditentukan dengan
melepaskan electron tambahan dari suatu anion. Tetapi, berlawanan dengan energy
ionisasi, afinitas electron sangat sulit untuk diukur karena anion-anion
berbagai unsur tidak stabil (Chang, 2004: 243).
Afinitas elektron adalah energi
yang dibebaskan oleh suatu atom dalam wujud gas ketika menerima sebuah
elektron. Selain dapat kehilangan electron, suatu atom dapat pula menyerap
(menerima tambahan) electron sehingga membentuk ion negative. Energy yang
meyertai penambahan 1 elektrom pada suatu atom netral dalam wujud gas membentuk
ion bermuatan -1. Harga afinitas elektron sukar ditentukan secara langsung.
Harga afinitas elektron beberapa unsur terlihat pada gambar di bawah ini. Tanda
negatif menunjukan energi dilepaskan.
Afinitas electron didefiisikan sebagai energy yang dilepaskan
apabila sebuah electron yang ditambahkan pada atom atau ion dalam fasa gas dan
pada keadaan dasar. Ebagai contoh proses penangkapan electron oleh atom klor,
Cl menjadi ionCl-.
Cl(g) +
e- Cl-(g)
proses diatas
berlangsung secara eksotermis karena sebuah electron ditambahkan pada daerah yang
mengalami tarikan inti. Dapat dibayangkan bahwa jika electron electron tertarik
keinti untuk mengeluarkan, diperlukan energy (endotermis) sebaliknya , jika
electron ditarik oleh inti akan dilepaskan sejumlah energy (Nuryono,2018:66).
Jadi Afinitas electron adalah perubahan entalpi (
yang terjadi apabila sebuah atom netral dalam
fasa gas menerima sebuah electron dari jarak tak terhingga.
Afinitas electron (AE)
adalah perubahan entalpi, ∆H, yang terjadi apabila sebuah atom netral dalam
fase gas menerima sebuah electron dari jarak tak terhingga. Misalnya,
Cl(g)
+ e- ---à Cl-(g) EA = -3,615 eV/atom (-348,8 kJ/mol)
Beberapa penilaian AE untuk menerima satu electron
bagi F, Br, I, O, dan S berturut-turut adalah -328,0, -324,6, -295,4, -141,1,
dan -200,43 kJ/mol.
Tarikan dari inti suatu atom dalam fasa gas terhadap
satu electron tambahan mengakibatkan lepasnya energy (AE<0). Penambahan
electron kedua memerlukan tambahan energy untuk mengatasi gaya tolak-menolak
antar electron (AE>0). Afinitas terhadap electron O dan S (untuk membentuk
ion O2- dan S2-) berturut-turut adalah +704 dan +286
kJ/mol.
Afinitas electron adalah
sifat yang sampai beberapa waktu yang lalu sulit diukur dalam percobaan;
kebanyakan afinitas electron diturunkan secara tak langsung dari pengukuran
lain. Sekarang sudah ada metode untuk mengukurnya secara langsung (Petrucci,
1987: 257).
Secara umum disimpulkan, bahwa :
Semakin
besar harga afinitas elektron suatu atom, semakin mudah unsur tersebut
membentuk ion negatif.
Afinitas
elektron unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah semakin berkurang.
Afinitas
elektron unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin bertambah.
Beberapa hal
berikut yang perlu diperhatikan untuk memahami afinitas electron.
a.
Penyerapan
electron ada yang disertai dengan pelepasan energy, ada pula yang disertai
dengan penyerapan energy.
b.
Jika
penyerapan electron disertai dengan pelapasan energy, afinitas elektronnya
dinyatakan dengan tanda negative.
c.
Jika
peyerapan electron disertai dengan penyerapan energy, afiitas elektronya
dinyatakan denga tanda positif.
d.
Unsure
yang mempuyai afinitas electron bertanda egatif mempunyai daya tarik atau
afinitas elektro yang lebih besar daripada unsure yang afinitas elektronnya
bertanda positif. Denga kata lain, semakin negative nilai afinitas electron,
semakin besar kecenderungannya menarik electron membentuk ion negative.
e.
Unsure
yang mempunyai afinitas electron bertanda negative berarti ion negative yang
dibentuknya lebih stabil dari pada atom netralnya.
f.
Sebaliknya
unsure afinitas elektronnya bertanda positif berarti ion negative yang
dibentukya kurang stabil dari pada atom netralnya.
Pada gambar dibawah ini terlihat bahwa unsure nonlogam periode
kedua mempunyai afinitas electron yang lebih kecil dari pada unsure dalam
golongan yang sama pada periode ketiga. Kejadian ini sedikit mengejutkan karena
dalam golongan tersebut, kenaikan ukuran menurun. Kerapatan electron dalam
tingkatan terluar unsure periode kedua membuat tingkatan electron lebih besar
daripada electron ditambahkan pada unsure periode ketiga. Dengan demikian
walaupun electron yang ditambahkan pada periode 2 lebih dekat dengan inti
daripada electron ditambahkan pada periode ketiga, tolakan yang lebih besar
dalam tingkat terluar yang lebih kecil mengakibatkan total energy yang
dilepaskan menjadi lebih kecil (Nuryono, 2018:67).
5. KEELEKTRONEGATIFAN
Sebelumnya,
telah dibahas dua sifat periodic unsure, yaitu energy ionisasi dan afinitas
electron. Kedua sifat tersbut berkaitan dengan kecenderugan suatu unsure dalam
hal melepas atau menyerap electron.energi ionisasi menggambarka kecenderungan
unsure melepaskan electron membentuk ion positif, sedangkan afinitas electron
menggambarkan kecenderungan unsure menyerap electron membentuk ion negative.
Mulliken
memperlihatkan bahwa elektronegativitas secara garis besar sebanding dengan
rata-rata harga afinitas electron dan potensial ionisasi. Jadi dalam hal ini,
elektronegativitas sebagian ditentukan oleh kecenderungan atom mengikat
electron tambahan, dan sebagian oleh kecenderungannya memegang electron yang
sudah dimilikinya. Namun skla elektronegativitas yang lengkap tidak dapat
dibuat dengan menggunakan gagasan Mulliken, karena afinitas electron baru
dikenal untuk sebagian atom saja (Suyanta,2019:31).
Keelektronegatifan adalah besaraan
tendensi (kecenderungan) suatu atom untuk menarik elektron. Harga
keelektrogenatifan bersifat relatif (berupa harga perbandingan suatu atom
terhadap atom yang lain). Salah satu definisi kelektronegatifan adalah definisi
Pauling yang menghasilkan data skala kuantitatif seperti pada gambar di bawah (Setyawati,A.A.
2009)
Kecenderungan
nilai keelektronegatifan unsur
Dalam
satu golongan, harga keelektronegatifan dari bawah ke atas semakin besar. Dalam
satu periode, dari kiri ke kanan harga keelektronegatifan semakin besar.
Jadi sifat periodik unsur, keelektronegatifan adalah suatu
bilangan yang menggambarkan kecenderungan relatif suatu unsur menarik elektron
ke pihaknya dalam suatu ikatan kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Chang,
Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-konsep
inti. Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:Erlangga.
Petrucci,
Ralph H., & Suminar. 1987. Kimia
Dasar (Prinsip Dan Terapan Modern) Edisi Keempat-Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Sugiyarto,
Kristian H. 2003. Kimia Anorganik II.
Yogyakarta: Jica.
Suharto,
dkk. 2003. Kimia Dasar 2 Edisi Revisi. Yogyakarta
: Jica.
Sukarmin.
2004. Struktur Atom Dan Sistem Periodik
Unsur. Surabaya: Pendidikan Dasar dan Menengah Pendidikan Menengah
Kejuruan.
Das Salirawati, 2007. Belajara Kimia Secara Menarik Untuk SMA/MA
Kelas X. Jakarta: PT. Grasindo.
Nuryono. 2018. Kimia anorganik Struktur dan Ikatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Purba, Michael dan Eti Sarwiyanti. 2016. Kimia 1 Kelas X SMA dan
MA. Jakarta: Erlangga.
Petrucci,
Ralph H., & Suminar. 1987. Kimia
Dasar (Prinsip Dan Terapan Modern) Edisi Keempat-Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Sugiyarto,
Kristian H. 2003. Kimia Anorganik II.
Yogyakarta: Jica.
Suharto,
dkk. 2003. Kimia Dasar 2 Edisi Revisi. Yogyakarta
: Jica.
Sukarmin.
2004. Struktur Atom Dan Sistem Periodik
Unsur. Surabaya: Pendidikan Dasar dan Menengah Pendidikan Menengah Kejuruan
Setyawati,A.A. 2009. Kimia Mengkaji Fenomena Alam untuk Kelas X
SMA/MA. Jakarta: PT. Cempaka Putih.
Suyanta. 2019. Buku
Ajar Kimia Unsur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Unggul Sudarmo.
2013. Kimia Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Komentar
Posting Komentar